prophetrock – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas mendorong pengembangan padi hibrida sebagai solusi meningkatkan produktivitas pertanian dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Langkah ini dilakukan untuk menghadapi tantangan pertumbuhan produksi padi di tengah permintaan pangan yang terus meningkat.
Tenaga Ahli Bappenas, Frans BM Dabukke, menjelaskan pengembangan padi hibrida sudah dimulai melalui studi di China. Namun, implementasinya di tingkat petani masih berjalan lambat karena membutuhkan adaptasi dan minat berkelanjutan.
“Saya ingat tahun 2003, pertama kali kami ingin mengembangkan padi hibrida. Dari kunjungan ke China, potensi sudah terlihat, tapi pertumbuhannya di petani masih lambat,” kata Frans saat menghadiri Festival Panen Raya Komunitas 10 Ton yang digelar Syngenta Indonesia di Subang, Jawa Barat, Sabtu (4/10).
Frans menekankan bahwa tantangan utama adalah memastikan petani tetap memproduksi, menanam, dan memanen padi hibrida secara konsisten dengan kualitas yang diterima pasar. Ia menegaskan bahwa uji coba sementara tidak cukup untuk menjadikan padi hibrida sebagai varietas unggulan nasional.
Untuk mengatasi hal ini, Bappenas mendorong strategi mixing padi hibrida dengan varietas lain sebagai tahap awal. Pendekatan ini diharapkan membantu menciptakan varietas unggul yang adaptif, produktif, dan mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional.
Langkah pengembangan padi hibrida ini juga sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian. Dengan penerapan teknologi pertanian modern dan varietas unggul, diharapkan produktivitas padi nasional meningkat, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
“Baca Juga: Ukuran Call of Duty di PS5 Susut Drastis 100 GB”
Bappenas Tekankan Peningkatan Kualitas Beras Padi Hibrida untuk Petani
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mendorong peningkatan kualitas beras dari padi hibrida sebagai kunci memperkuat ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Langkah ini menekankan bahwa produktivitas tinggi saja tidak cukup tanpa mutu beras yang diterima pasar.
Tenaga Ahli Bappenas, Frans BM Dabukke, menyebut tantangan utama padi hibrida adalah tingkat pecah beras saat digiling yang masih tinggi. Hal ini menurunkan nilai jual meski gabah kering panen (GKP) cukup baik.
“Produktivitasnya bisa 10 ton per hektare, tapi kalau digiling pecahannya 20–30 persen, petani susah menjualnya. Pengepul juga kesulitan membeli,” kata Frans saat Festival Panen Raya Komunitas 10 Ton di Subang, Jawa Barat, Sabtu (4/10).
Frans menekankan pentingnya strategi mixing padi hibrida untuk tahap awal, tanpa merusak kualitas. Dengan pendekatan ini, petani bisa menanam varietas padi hibrida sambil menjaga mutu beras agar diterima pasar.
“Memang tantangan terbesar itu rasanya. Tapi pelan-pelan kalau sudah ada minat untuk memproduksi, menanam, bisa dicampur. Harapan kami rasanya juga dapat diperbaiki,” tambahnya.
Bappenas berharap kolaborasi antar kementerian terkait dapat memperbaiki mutu beras agar padi hibrida tidak hanya unggul dari sisi produktivitas. Peningkatan kualitas diharapkan mendorong perkembangan padi hibrida berlipat ganda, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
“Jadi GKP-nya bagus, kemudian kualitas berasnya juga harus bagus. Itu tantangan berikutnya. Kalau terpenuhi, perkembangan padi hibrida bisa berlipat-lipat,” ujarnya.
Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat ketahanan pangan nasional melalui inovasi pertanian berbasis sains. Peningkatan kualitas beras padi hibrida diharapkan menjadi solusi jangka panjang yang berkelanjutan bagi petani, pasar, dan stabilitas pangan nasional.
Dengan kombinasi produktivitas tinggi dan kualitas unggul, padi hibrida berpotensi menjadi varietas andalan, meningkatkan pendapatan petani, dan memperkuat posisi Indonesia dalam produksi pangan global.
“Baca Juga: Sonic Racing: Crossworlds Rilis Demo Setelah Network Test”
Leave a Reply